VOwHjuaUyJLYYyDfgBmys5BuQHXE6XGBCsgzF07B
Bookmark

Pengertian "Maa Ana Wa Ashabisi" Dan Hubungannya Dengan Al Jama'ah

Pengertian "Maa Ana Wa Ashabisi" Dan Hubungannya Dengan Al Jama'ah - Situs Jama'atul Muslimin pada kesempatan ini akan membahas tentang kebenara suatu jama'ah menurut syar'i. Untuk pencarian yang serupa bisa mengunjungi kategori Kajian Al Jama'ah.

Pengertian "Maa Ana Wa Ashabisi" Dan Hubungannya Dengan Al Jama'ah

1. Pengertian: “Maa Ana Alaihi Wa Ashhabi”  ما أنا عليه وأصحابي 

Hadist I:

Dalam hadist Nabi ﷺ yang diriwayatkan At Tirmidzi dari shahabat Abdullah ibnu Amr Radhiyallohu 'Anhu.

وَتَفْتَرِقُ اُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ اِلاَّ مِلَةً وَاحِدَةً قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَارَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ: مَااَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِيْ (رواه الترمذي (

Artinya:

Dan akan bercerai berai umatku (umat muslimin) atas 73 aliran, semua mereka itu didalam neraka, kecuali satu aliran saja. Para sahabat bertanya: siapakah yang satu itu ya Rosulullah ? Beliau menjawab: “Apa yang aku dan sahabatku ada di atasnya”.(HR At Tirmidzi)

Uraian:

Dari jawaban Rosulullah  itu kita belum bisa menentukan apa yang dimaksud dengan: sesuatu yang dijalankan oleh Nabi dan para sahabat-sahabat beliau itu.

Berdasarkan hadist diatas salah satunya golongan yang akan masuk surga ialah “maa ana alaihi wa ashhabi”.

Berarti sifat “maa ana alaihi wa ashhabi” itu tidak dimiliki oleh 72 golongan yang lain yang akan diancam masuk neraka. Oleh karena itu pengertian “maa ana alaihi wa ashhabi” harus mempunyai beberapa kriteria sebagai berikut:

1.      Pengertian ما أنا عليه وأصحابي  harus menunjukkan ciri-ciri khas sehingga jelas bedanya antara golongan yang satu itu dengan 72 golongan yang lain.

2.      Pengertian ما أنا عليه وأصحابي harus mewujudkan satu golongan tertentu sehingga benar-benar golongan itu salah satu diantara 73 golongan yang ada.

3.      Pengertian  ما أنا عليه وأصحابي harus mengandung suatu aliran / system (ملة ) sebab pecahnya umat disini ialah soal aliran. Aliran mana yang dijalankan oleh Nabi dan para shahabat itu telah ditinggalkan oleh kebanyakan kaum muslimin (1:72).

Tiga kriteria tersebut sesuai dengan inti hadist diatas.

Oleh karenanya apabila pengertian  ما أنا عليه وأصحابي itu dipahami tentang shalat, zakat, puasa, atau haji dan lain-lain yang sesuai dengan Nabi dan para sahabat, maka pemahaman ini tidak memenuhi kriteria yang tiga itu.

Sebab: Golongan yang satu itu ( ملة واحدة) mengamalkan shalat, zakat, puasa, dan haji. Mereka pun yang 72 golongan juga sholat, puasa, zakat dan haji serta mengamalkannya mengikuti  petunjuk Rosulullah .

Sehingga belum bisa dibedakan mana yang termasuk   ما أنا عليه وأصحابي dan mana yang bukan.

Kemudian siapakah yang dimaksud dengan  ما أنا عليه وأصحابي “maa ana alaihi wa ashhabi?”

Hadist II

Mari kita kaji hadist Nabi  dibawah ini:

عَنْ مُعَاوِيَةَبْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ألآ اِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ اَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةَ وَاِنَّ هذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ، ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ (رواه ابو داود(

Artinya:

Dari Muawiyah ibnu Abi Sufyan ra berkata: Rosulullah ﷺ pernah bersabda: “Ketahuilah orang yang sebelum kamu dari ahli kitab, mereka bercerai berai atas 72 aliran agama. Dan sesungguhnya aliran agama ini akan bercerai berai atas 73 aliran agama, yang 72 -aliran agama- didalam neraka dan yang satu didalam surga, dan ia itu ialah al Jama’ah”. (HR Abu dawud)

Uraian:

Hadist diatas jelas bahwa yang dikatakan aliran yang selamat itu ialah “al Jama’ah”.

Jadi yang dimaksud dengan  ما أنا عليه وأصحابي tiada lain ialah “al Jama’ah”.

Pemahaman ini sesuai dengan kriteria diatas:

1.      Mempunyai ciri-ciri khas yaitu sistem al Jama’ah, yang mana sistem ini tidak dimiliki dan tidak diamalkan oleh 72 golongan yang lain.

2.      Terwujud hanya satu golongan saja, sebab sistem al Jama’ah hanya membenarkan adanya satu jama’ah dan satu imamah.

3.      Al Jama’ah ini dilaksanakan oleh Nabi dan para sahabat, sebagai suatu sistem/millah dalam menegakkan al Islam, yang ternyata telah ditinggalkan oleh kebanyakan umat di zaman sekarang.

Hadist III

وَاَنَاأَمَرَكُمْ بِخَمْسٍ اَللهُ اَمَرَنِيْ بِهِنَّ: الْجَمَاعَةِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَالْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِفِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَأِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ الْجَمَاعَةِ قِيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَالأِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ اِلاَّ اَنْ يُرَاجِعَ  )رواه أحمد(

Artinya:

Rosulullah ﷺ telah bersabda: Aku perintahkan kepada kamu dengan 5 perkara, Allah pun memerintahkan kepadaku dengan 5 perkara itu pula, yaitu al Jama’ah, mendengar, taat, hijrah dan jihad di jalan Allah. Dan barang siapa yang keluar dari al Jama’ah sejengkal, maka ia telah melepaskan IKATAN ISLAM dari lehernya, kecuali jika ia kembali (HR Ahmad).

Keterangan:

Hadist ini merupakan kriteria yang ke-4 bahwa yang dikatakan ما أنا عليه وأصحابي ialah ada imam dan ada ma’mum. Dizaman Rosulullah , beliau adalah sebagai imam, dan sahabat adalah sebagai ma’mum.

Jadi jika mengaku golongan “maa ana alaihi wa ashhabi”, maka ia harus mempunyai kedudukan salah satu diantara dua, jadi ma’mum atau jadi imam. Tidak sendiri-sendiri, kecuali bila tidak ada orang muslim yang lain yang mau menerima al Jama’ah, sebagaimana pengertian yang terkandung dalam kata-kata: “maa ana alaihi wa ashhabi”.

II. Pengertian : “Al Jama’ah”

Kata-kata al Jama’ah  mengandung arti satu kumpulan tertentu untuk seluruh kaum muslimin.

Pemahaman ini sesuai dengan sebagai berikut:

1. Arti Bahasa

Jama’ah الجماعة mempunyai arti “kumpulan”. Sedangkan al Jama’ah adalah isim ma’rifat dalam bentuk mufrod atau tunggal.

Jadi al Jama’ah  الجماعة  berarti satu kumpulan yang tertentu.

2. Sesuai dengan Al Qur’an

a. QS Ali Imran 103

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ

Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah (al Jama’ah) secara berjama’ah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah.

Dalam tafsir Kasyab dan Munir “Jamii’an”(  جميعا ) adalah: hal/ keadaan dengan penafsiran    يجتمعين في الأعتصام artinya berkumpul dan bersepakat di dalam memegang teguh/ melaksanakan Al Qur’an.

b. QS Asy Syura 13

اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِۗ

Tegakkanlah oleh kalian akan agama/ Islam, dan janganlah kalian berpecah belah.

Ibnu Katsir menafsirkan dua ayat diatas, berkata:

أَمَرَهُمُ الله بِالْجَمَاعَةِ وَنَهَاهُمْ عَنِ التَّفْرِقَةِ

Allah perintahkan kepada mereka (orang mu’minin/ muslimin) dengan berjama’ah dan melarang mereka berpecah belah/ bergolong-golong.

Jadi dua ayat itu memerintahkan kepada kita orang-orang muslimin supaya berada dalam satu Jama’ah atau kumpulan.

3. Sesuai dengan Hadist-hadist Nabi 

Hadist IV

يَاأَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَة وَاِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَة (رواه الحاكم)

Wahai manusia wajib atas kamu sekalian berjama’ah dan jauhilah oleh kamu sekalian perpecahan (HR al Hakim)

Hadist V

مَنْ أَرَادَ بُحْبُحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ اِلَى النَّارِ (رواه الترمذي)

Barangsiapa yang ingin masuk di tengah-tengah surga, supaya ia melazimi Jama’ah, dan barangsiapa yang menyendiri maka Allah lemparkan ke dalam neraka. (HR at Tirmidzi)

Hadist VI

الْجَمَاعَةُ رَحْمَةً وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ (رواه أحمد)

Al Jama’ah adalah rahmat, berpecah belah adalah adzab. (HR Ahmad)

4. Sesuai dengan pendapat para sahabat

a. Pendapat sahabat Umar bin Khattab Radhiyallohu 'Anhu

لاَأِسْلاَِمَ أِلاَّبِالْجَمَاعَةِ، وَلاَ جَمَاعَةَ أِلاَّ بِأِمَارَةِ، وَلاَ أِمَارَةَ أِلاَّبِطَاعَةِ (رواه الدارمى)

Artinya:

Bukan sistem Islam kecuali dengan Jama’ah dan bukan sistem Jama’ah kecuali dengan adanya pimpinan dan bukanlah pemimpin kecuali dengan ditaati. (HR ad Darimi)

b. Pendapat sahabat Ali bin Abi Tholib ra

وَالْجَمَاعَةُ وَاللهِ مُجَامَعَةُ أَهْلِ الْحَقِّ وَاِنْ قَلُّوْا

artinya:

Adapun al Jama’ah, demi Allah ialah himpunan ahli kebenaran, walaupun mereka sedikit.

(Lihat buku kembali kepada al Qur’an dan as Sunnah oleh KH Munawar Cholil hal 402).

Dari 4 pendapat diatas jelaslah bahwa al Jama’ah ialah satu kumpulan yang pernah dilaksanakan oleh nabi bersama-sama para sahabat dan akan ditetapi kembali oleh satu golongan dari kaum muslimin di zaman perpecahan umat.

III. Jama’ah Yang Ditetapi Oleh Rosul ﷺ Bersama Sahabat-Sahabat Beliau

Setelah kita memahami pengertian al Jama’ah seperti diatas insya Allah kita akan dapat menerima identitas nama Jama’ah Rosulullah .

Berdasarkan hadist-hadist yang shohih Jama’ah yang ditetapi oleh beliau ﷺ bersama-sama sahabat ialah: “JAMA’AT UL MUSLIMIN”.

Sebagaimana hadist-hadist dibawah ini:

Hadist VII

عَنْ أَنَسِ رَضِيَ اللهِ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاَثُ لاَيَغِلُّ عّلّيْهِنَّ صَدْرُ مُسْلِمٍ أِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ وَمُنَاصَحَةُ أُولِى الْأَمْرِ وَلُزُوْمُ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ فَأِنَّ دَعْوَتَهُمْ تُحِيْطُ مَنْ وَرَائَهُمْ (رواه أحمد)

 

Artinya:

Dari Anas dari Rosulullah ﷺ beliau bersabda: “Tiga perkara yang hati orang muslim tidak boleh hasud kepadanya: ikhlasnya amal seseorang karena Allah azza wajalla, nasehatnya para penguasa (muslim) dan orang yang menetapi Jama’atul Muslimin, karena sesungguhnya seruan/ amal mereka meliputi (manfaatnya) kepada yang lainnya”. (HR ahmad)

Hadist VIII

عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُوْصِي الْخَلِيْفَةَ مِنْ بَعْدِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَأُوْصِيْهِ بِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ (رواه بيهقي)

Artinya:

Dari Umamah ra telah bersabda Rosulullah ﷺ : Aku wasiatkan kepada kholifah sesudahku dengan takwa kepada allah, dan aku wasiatkan kepadanya dengan Jama’atul Muslimin. (HR Baihaqi).

Hadist IX

عَنْ خُذَيْفَةَبْنِ الْيَمَنِ يَقُوْلُ:.............قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَعَمْ دُعَاةٌ اِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ اَجَابَهُمْ أِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا، قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ: هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُوْنَ بِاَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِيْ أِنْ أَدْرَكَنِيْ ذلِكَ؟ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأِمَامَهُمْ (رواه البخارى،مسلم،وابن ماجه واللفظ للبخاري)

Artinya:

Dari Khudzaifah bin Yaman ra……….Rosulullah ﷺ menjawab: Ya (ada zaman rusak) yaitu para Da’i/ Mubaligh menyeru ke pintu-pintu Jahanam. Barang siapa yang menyambut seruannya, mereka memasukkannya kedalam neraka. Aku bertanya: Ya Rosulullah , berilah sifat-sifat mereka itu untuk kami! Rosulullah ﷺ menjawab: mereka dari kulit kami dan berbicara dengan bahasa kami, aku bertanya: maka apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku bertemu zaman itu? Jawab Rosulullah : Tetapilah oleh engkau Jama’atul Muslimin dan imam mereka. (HR Bukhori, Muslim dan Ibnu Majah).

Keterangan:

Hadist ke-7 tersebut diatas menjelaskan bahwa nama Jama’ah di zaman Nabi ﷺ ialah “Jama’atul Muslimin”.

Sedangkan pada hadist yang ke-8 menunjukkan bahwa nama Jam’ah di zaman Nabi ﷺ dan sesudah beliau wafat juga Jama’atul Muslimin.

Kemudian pada hadist yang ke-9 menunjukkan bahwa Jama’atul Muslimin harus ditegakkan kembali di zaman rusaknya umat.

Hadist X

قَالُوْافَأِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَااِمَاٌم؟ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذلِكَ (رواه البخاري ومسلم وابن ماجه)

Artinya:

Mereka sahabat-sahabat bertanya: maka jika bagi mereka tidak ada jama’ah (JAMA’ATAL MUSLIMIN) dan imam? Bersabda beliau : maka jauhilah firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau (harus) menggigit pangkal pohon, sehingga engkau menjumpai mati, sedangkan engkau tetap (teguh) diatas (perintah) itu”. (HSR Bukhori, Muslim dan Ibnu Majah).

Keterangan:

Hadist ke-10 ini menunjukkan bahwa:

1. Kaum muslimin dilarang masuk firqoh-firqoh apapun bentuk dan wujudnya, apabila tidak ada Jama’atul Muslimin dan imam mereka.

2. Semua firqoh hukumnya adalah haram, apapun alasannya tetap haram, karena Nabi  dalam melarangnya menggunakan kata-kata  كلها yang berarti semuanya.

(Bandingkan dengan hadist Nabi ﷺ  كُلُّ بِدْعَةٌ ضَلاَلَةُ

3. Qoidah ushul fiqih:   مَالَايُتِمَّ الْوَاجِبُ أِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌyang artinya: sesuatu yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib.

Qoidah ini tidak berlaku karena:

Bertentangan dengan al Qur’an surat asy Syura ayat 13, surat ali Imran ayat 103 dan 105, surat ar Rum ayat 31 dan 32 dan surat al An’am ayat 159 yang melarang keras kaum muslimin untuk berfirqoh-firqoh apapun bentuknya dan alasannya. (  شيعا= isim nakiroh)

a.       Bertentangan dengan hadist Nabi 

فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا (رواه البخاري، مسلم، ابن ماجه)

Maka jauhilah firqoh-firqoh itu semuanya (HSR Bukhori, Muslim, dan Ibnu Majah).

Rosulullah ﷺ dalam melarangnya menggunakan kata-kata  كُلَّهَا yang artinya “semuanya” dan beliau ﷺ tidak memberi istisna/ pengecualian dari larangannya itu.

Kata-kata كل bisa tidak berarti semuanya asalkan ada istisna / pengecualian dari pembuat syar’i itu sendiri seperti sabda beliau :

كُلُّهُمْ فِي النَّارِ أِلاَّ مِلَّةَ وَاحِدَةً (رواه الترمذي)

Semua mereka masuk neraka kecuali aliran yang satu (HR Tirmidzi)

Kalau istisna datangnya dari selain Allah dan Rosul , maka istisna itu tertolak karena mereka tidak berhak merubah hukum.

PENUTUP

Dari penjelasan dan keterangan-keterangan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1.      Golongan yang dimaksud dengan  ما أنا عليه وأصحابي adalah golongan yang melaksanakan sistem/ millah al Jama’ah yang artinya hanya membenarkan adanya satu jama’ah saja bagi seluruh kaum muslimin.

2.      Karena hanya satu jama’ah saja bagi seluruh kaum muslimin yang dikehendaki oleh Allah dan RosulNya, maka identitas/ nama institusi dari jama’ah harus berlandaskan al Qur’an dan as Sunnah.

3.      Satu-satunya nama jama’ah bagi seluruh kaum muslimin ( جماعة للمسلمين ) berdasarkan al Qur’an dan as Sunnah ialah Jama’atul Muslimin, walaupun belum mempunyai wilayah dan kekuasaan, sebab perintah jama’ah diturunkan ketika Nabi masih di kota Mekkah. (Lihat asy Syura ayat 13)

4.      Keberadaan Jama’atun minal Muslimin (firqoh-firqoh) seperti sekarang ini, tidak berlandaskan hukum syar’i karena itu wajib ditinggalkan.

Oleh karenanya kami penulis mengharapkan kepada seluruh kaum muslimin untuk kembali bersatu dalam satu wadah yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan RosulNya yaitu Jama’atul Muslimin, sehingga kita termasuk golongan “maa ana alaihi wa ashhabi”             (ما أنا عليه وأصحابي )

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamiin


Posting Komentar

Posting Komentar